Blog

Focus Group Discussion Rumpon Portable Solusi Nelayan Masa Kini dan Masa Depan

rumpon-portable-efad-karya-tim-fpik-ipb-university-siap-dikomersialisasi-news

Focus Group Discussion Rumpon Portable Solusi Nelayan Masa Kini dan Masa Depan

IPB University dan PT Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry (PT AKFI) dalam rangka Program Matching Fund dari Kemendikbudristek mengadakan Focus Group Disscussion (FGD) secara hybrid di ruang pertemuan BP3 (Balai Pelatihan dan Penyuluhan Perikanan) Ambon  dan secara daring pada hari Sabtu, 02 Oktober 2021. Pelaksanaan FGD ini juga bekerjasama dengan Unpatti (Universitas Pattimura), ISPIKANI (Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia) dan start up.  Sambutan pada FGD ini adalah Wakil Rektor Bidang Inovasi dan Bisnis/Kepala Lembaga Kawasan Sains dan Teknologi IPB (Prof. Dr. Erika B. Laconi) dan Dekan FPIK IPB Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc.  Keynote Speech adalah Anggota Komisi IV DPR Dapil  Maluku Ir. H. Abudullah Tuasikal, M.Si. Narasumber dari FGD ini adalah Dr. Haris (kepala Dinas Perikanan Prov. Ambon), Prof. Agustinus Tupamahu (Guru Besar Unpatti), tim peneliti rumpon portable Prof. Mulyono dan PT AKFI. Sebagai moderator adalah ketua peneliti yaitu Dr. Roza Yusfiandayani. FGD ini di hadiri oleh Dekan dan dosen FPIK Unpatti, kepala BP3 Ambon, Kepala BP3, pengusaha perikanan tangkap, Ispikani, Lembaga Swadaya masyarakat.

Anggota Komisi IV DPR Dapil  Maluku Ir. H. Abudullah Tuasikal menyampaikan, FGD ini diharapkan dapat melengkapi UUD yang sudah ada. Bukan hanya rumpon portable, tetapi rumpon lokal yang izinya bermasalah. Beliau juga menyampaikan semua alat bantu penangkapan regulasinya dapat mencakupi kepentingan masyarkat dan penguasa tradisional. Intinya regulasi, pengawasan dan tindakannya harus jelas. “Semoga dengan adanya inovasi ini kita bisa menjawab kebutuhan masyarakat. Kami di perguruan tinggi hanya melakukan penelitian. Agar hasil inovasi dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat maka harus bergandengan tangan dengan mitra industri,” ujar Prof Erika B Laconi selaku Wakil Rektor Bidang Inovasi dan Bisnis serta Kepala Lembaga Kawasan Sains dan Teknologi (LKST) IPB University, (2/10).

Di sisi lain Dekan FPIK IPB University, Dr Fredinan Yulianda menyebutkan bahwa Rumpon Portable merupakan salah satu wujud kepedulian IPB University dalam mengembangkan perikanan nasional berbasis pada industri 4.0. Melalui penelitian dan pengembangan inovasi, IPB University berusaha untuk mengoptimalkan seluruh pengelolaan dan pengembangan sumberdaya perikanan dan kelautan Indonesia. “Teknologi alat tangkap ini memasukkan unsur inovasi berupa teknologi sonar suara yang berfungsi untuk mendatangkan ikan. Rumpon portable juga merupakan teknologi yang ramah lingkungan,” jelas Dr Fredinan.

Dr. Haris (kepala Dinas Perikanan Prov. Ambon) menyampaikan perikanan di maluku memliki potensi cukup tinggi sehingga rumpon ini bisa memberikan manfaat besar dari teknologi rumpon portable ini. Potensi SDI 3 WPP yaitu 714, 715, 718 mencakup 37% dari potensi perikanan nasional tetapi 3 WPP ini bukan hanya milik Ambon saja, jadi harus ada kordinasi dalam pengelolaanya. Beliau juga menjelaskan rumpon sebenanya di atur dalam SIPR (Surat ijin Penangkapan Rumpon) agar tidak menggang pelayaran yang lain.

Direktur PT Arabikatama Khatulistiwa Fishing Industry (PT AKFI) Wiliam Wibisono selaku pelaku industri perikanan tangkap mengutarakan, regulasi perikanan tangkap berubah terus, kami pengusaha memerlukan kepastian hukum. Beliau juga mengkhawatirkan informasi WPP di Ambon akan di tutup, “maka kami pelaku usaha harus berfikir ulang lagi berinvestasi di sini (Ambon)” sambung beliau. Belum lagi masalah logistik, pemerintah diharapkan dapat membuka akses langsung pengiriman ekspor barang ke Indonesia Timur agar mengurangi kos dan nilai tambah, tidak perlu ke jakarta. Dan terakhir keaman dan kenyamana dalam berusaha juga harus di perhatikan.

Prof. Agustinus Tupamahu Guru Besar Unpatti menjelaskan mengapa rumpon dapat mengumpulkan ikan. Bahwa rumpon ialah tempat mencari makan, melindungi diri dari predator, tempat berkelompok, tempat berkumpul, tempat memijah. Tetapi hal ini merupakan jawaban sementara, dan belum ada jawaban spesifik. Rompon sudah di teliti sejak 1953, peneliti dari Belanda meneliti ada akustik dari daun kelapa yang membuat ikan berkumpul. Peneliti dari Filipina menyatakan ada dua sumber sura yang mengakibatkan rumpon mengumpulkan ikan; 1) antara bambu, 2) antara angin dan permukaan. Peneliti dari Filipina menyatakan berkumpulnya ikan makarel karena tertarik pada suara kecil.

Salah satu anggota tim pelaksanaan Program Matching Fund inovasi Rumpon Portable, Prof Mulyono S Baskoro menyebutkan bahwa nelayan telah menggunakan alat bantu menangkap ikan berupa rumpon tradisional. Rumpon berfungsi memikat ikan agar berkumpul untuk mencari makan, beristirahat, dan berlindung dari predator. Alat ini dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penangkapan ikan.

Rumpon tradisional dibuat dengan merangkai dedaunan pohon kelapa dan bambu. Dengan material tersebut maka rumpon tradisional rentan hanyut terbawa ombak laut. Di samping itu rumpon tradisional juga kerap menimbulkan konflik antar nelayan. Hal tersebut karena rumpon tidak memiliki sertifikasi kepemilikan. “Pada percobaan penggunaan eFAD di perairan Aceh Utara pada tahun 2019, hasil tangkap ikannya mengalami peningkatan hingga 45,88 persn. Kemudian di perairan Banten penggunaan eFAD mampu meningkatkan produktivitas dan efektivitas sebesar 54 persen,” papar Prof Mulyono. Saat ini baterai eFAD mampu bertahan selama delapan jam, namun Prof Mulyono memastikan bahwa ke depannya akan terus ditingkatkan untuk dilengkapi dengan panel surya. Prof Mulyono menyebutkan bahwa jika dilengkapi dengan panel surya maka rumpon tidak perlu dicharge karena bantuan cahaya matahari di siang hari.

Menurut Dr. Roza Yusfiandayani, ketua tim Program matching Fund Rumpon Portable dan sekaligus menjadi moderator, rumpon Portable merupakan karya anak bangsa yang ringkas, mudah dikemas dan dioperasikan di mana saja. Dengan ukuran koper 53 x 30 x 17 cm dan electric fish sttractor (EFA) 3,14 x 15 x 30 cm eFAD hanya berbobot 19 kilogram. “eFAD terdiri dari empat bagian yakni koper yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan sekaligus pelampung, atraktor, tali rumpon sepanjang 10 meter, serta pemberat,” imbuhnya. “Penggunaan eFAD juga diproyeksikan akan dikembangkan untuk memajukan industri wisata bahari. Kemampuannya untuk mendatangkan ikan dapat dimanfaatkan untuk pertunjukan lumba-lumba di laut serta restoran dengan menu hasil tangkapan sendiri,” tandasnya. Acara dimoderatori Dr Roza Yusfiandayani, dosen IPB University sebagai Ketua Tim eFAD.

Berdasarkan pada berbagai permasalahan tersebut, inovator dari IPB University yaitu Dr. Roza Yusfiandayani, Prof. Indra Jaya dan Prof. Mulyono turut berkontribusi dalam peningkatan produktivitas hasil penangkapan nelayan. Melalui peluncuran produk rumpon portable, yaitu alat bantu penangkapan ikan menggunakan frekuensi suara sebagai atraktor, memiliki berbagai keunggulan, seperti ukuran yang kecil, ringkas, mudah dikemas, dan mudah dioperasikan dimana saja, dapat menghemat bahan bakar, tahan lama dan ekonomis. Harga jual dari rumpon portabel ini lebih ekonomis dibandingkan rumpon tradisional, dan memiliki daya tahan baterai yang lama.

Sumber : Focus Group Discussion Rumpon Portable Solusi Nelayan Masa Kini dan Masa Depan